Pemerintah Tegaskan Lex Specialis Amankan Kewenangan KPK di RKUHAP

"Gedung Merah Putih KPK (Dok. Ist)"
Gedung Merah Putih KPK (Dok. Ist)

NASIONAL – Polemik revisi Kitab Undang‑undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) memantik protes dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang khawatir kewenangannya direduksi.

Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharief Hiariej menegaskan prinsip lex specialis derogat legi generali akan melindungi aturan khusus KPK atas aturan umum KUHAP.

Eddy Hiariej menjelaskan sejumlah pasal RKUHAP—terkait penyelidikan, penghentian penyidikan, penangkapan, penahanan, hingga tindakan paksa—secara eksplisit mengecualikan penyidik KPK, Kejaksaan, dan TNI.

Artinya, prosedur pemberantasan korupsi yang sudah tertuang di UU Tipikor tetap diutamakan, meski KUHAP baru telah disahkan per 2 Januari 2023. Penyadapan, misalnya, masih berlaku sejak tahap penyelidikan, berdasarkan UU tersendiri yang masih mengakomodasi kebutuhan KPK.

Kekhawatiran publik terhadap revisi KUHAP bukan tanpa dasar. Saat korupsi pertama kali masuk KUHP, muncul ketakutan lembaga antirasuah melemah. Namun, waktu membuktikan KPK terus beroperasi optimal meski KUHP baru sudah berlaku.

Eddy mengingatkan bahwa tindak pidana khusus lain—seperti terorisme dan narkotika—juga memiliki hukum acara sendiri. Prinsip lex specialis memberikan ruang bagi aturan khusus untuk mengecualikan ketentuan umum jika terjadi pertentangan.

Dengan tegas, pemerintah bakal memastikan RKUHAP tidak mengurangi efektivitas penegakan hukum korupsi. Diskusi terbuka melibatkan pakar dan pihak terkait diharapkan menghasilkan RKUHAP yang adil, transparan, dan mendukung pemberantasan korupsi tanpa kompromi.

*(Red)

Exit mobile version